KISAH PROF AJI PRASETYA WIBAWA ST MMT PHD MENJADI DALANG DI AUSTRALIA

Published: August 10, 2023

Rabu, 9 Agustus 2023 | 16:00 WIB
Rutin Mendalang selama 5 Tahun Kuliah di Negeri Kanguru

Kecintaan Prof Aji Prasetya Wibawa terhadap budaya Indonesia, khususnya dalang patut diacungi jempol. Dosen Universitas Negeri Malang (UM) itu mengenalkan Reog Ponorogo dan teknik menjadi Dalang hingga ke Australia.

GAYA berpakaian Prof Aji tidak seperti dosen pada umumnya. Penampilannya santai. Mengenakan topi koboi dan sepatu boots yang menjadi ciri khasnya, dosen S3 Teknik Elektro dan Informatika Universitas Negeri Malang (UM) tersebut menghampiri Jawa Pos Radar Malang yang duduk di lobi gedung rektorat, kemarin (8/8).

”Dari kecil saya memang suka koboi, tapi baru keturutan beli topinya saat kuliah S3,” ujar Prof Aji mengawali percakapan, pagi itu. Di kalangan dosen UM, nama Aji cukup dikenal. Banyak yang mengetahui bahwa pria kelahiran Kota Malang itu menyukai budaya Jawa. Hal itu juga terlihat dari penampilan Aji yang selalu identik dengan budaya Jawa.

Prof Aji Prasetya Wibawa ST MMT PhD menjadi dalang di Adelaide, Australia. Dia mengenalkan budaya Indonesia ke warga mancanegara. (Prof Aji Prasetya Wibawa for Radar Malang)

Prof Aji Prasetya Wibawa ST MMT PhD menjadi dalang di Adelaide, Australia. Dia mengenalkan budaya Indonesia ke warga mancanegara. (Prof Aji Prasetya Wibawa for Radar Malang)

Sejak kecil, Aji gemar budaya Jawa, terutama wayang. Kegemaran tersebut muncul dari cerita-cerita ayahnya yang merupakan dalang pada era 1960-an. ”Tapi itu hanya cerita dan foto-foto karena ayah tidak pernah mendalang setelah menjadi pegawai negeri,” ungkap alumnus University Of South Australia itu.

Ketika akan dikhitan, Aji kecil punya syarat yang diajukan kepada kedua orang tuanya. Dia bersedia dikhitan asalkan ayahnya mau mendalang. Setelah menyaksikan penampilan ayahnya menjadi dalang, Aji kecil makin termotivasi menjadi dalang. ”Ketika SMA, saya ditanya oleh guru. Saya jawab, saya bercita-cita melestarikan budaya Jawa sampai ke mancanegara,” kenangnya.

Namun ketika mengenyam pendidikan S1 di Teknik Elektro Universitas Brawijaya (UB), kegemarannya mendalang sempat surut. Anak pertama dari dua bersaudara itu menghabiskan waktunya untuk nge-band. Motivasi menekuni dalang muncul lagi ketika ayahnya membeli peralatan gamelan dan diletakkan di rumah.

Saat itu ayahnya jelang pensiun atau purna tugas sempat meninggalkan kegemarannya pada budaya Jawa dengan aktif nge-band. ”Saya mulai berpikir, siapa yang akan menjaga barang-barang itu (peralatan gamelan),” kata Aji yang terlahir dari keluarga dalang itu.

Pada 2005 silam, Aji menjadi dosen UM. Sambil mengajar, dia menyempatkan waktu memperbanyak referensi dunia dalang. Tiga tahun kemudian, tepatnya pada 2008, dia mendapatkan kesempatan tampil perdana sebagai dalang di pernikahan adik kandungnya. Karena dia belum pernah menjadi dalang, kemampuannya sempat diragukan pihak keluarga.

”Awalnya saya hanya diberi waktu satu jam saja. Tapi setelah mulai mendalang, akhirnya diminta mendalang semalam suntuk,” terang Aji. Kemampuannya menjadi dalang terus diasah. Ketika menempuh pendidikan S3 di Adelaide, Australia, Aji mengenalkan budaya dalang kepada teman-temannya di kampus.

Upayanya mengenalkan dalang tidak terlalu banyak kendala. Sebab Kota Adelaide banyak dihuni komunitas budaya Indonesia, seperti karawitan. ”Anggota komunitas ini (sekar laras) malah didominasi warga Australia,” katanya.

Suatu waktu, teman-temannya di komunitas tersebut ingin mengundang ayah Aji untuk tampil sebagai dalang. Namun ayahnya berpesan agar Aji saja yang menggantikan sebagai dalang. “Peristiwa itu satu bulan sebelum ayah saya meninggal dunia,” kenangnya.

Setelah itu, Aji lebih aktif mendalang. Dia ingin meneruskan cita-cita mendiang ayahnya. Selama hampir lima tahun di Australia, Aji banyak mengisi pentas-pentas kebudayaan yang menjadi program kedutaan luar negeri. Dari sekolah ke sekolah. Dari instansi ke instansi.

Dia mendalang tidak hanya menggunakan bahasa Jawa, tetapi juga menggunakan bahasa Inggris. Selain wayang kulit, wayang golek juga pernah dia mainkan. ”Mudah saja, karena seorang dalang itu mengendalikan wayang, bukan sebaliknya,” tuturnya.

Selama pentas tersebut, dia tidak pernah memungut biaya. Baginya, mengenalkan budaya Indonesia merupakan kewajibannya sebagai warga negara. Selain wayang, Aji juga pernah membuat komunitas Reog Ponorogo yang menjuarai festival budaya di Kota Adelaide pada 2012.

Kegiatan-kegiatan tersebut dia lakukan di tengah studinya di bidang electrical and information engineering.  Hingga pada 2014, Aji lulus. Dengan disertasi yang tidak lepas dari budaya Jawa. Dia membuat teknologi menyerupai google translate yang dapat menerjemahkan bahasa berbagai negara ke dalam bahasa Jawa.

Bagi Aji, menjadi dalang sama halnya menjadi pemimpin. Menjadi dosen juga sama halnya bercerita seperti saat dia menceritakan kisah pewayangan. Meski saat ini sudah kembali ke Indonesia, sesekali pria yang saat ini juga menjadi Kepala Pusat Publikasi Akademik UM tersebut diundang untuk menjadi dalang di Australia.

Pada pengukuhannya sebagai guru besar pada Kamis lalu (3/8), ia juga mempresentasikan pidatonya dengan cara mendalang. ”Tradisi itu tidak akan jadi kuno kalau tidak ditinggalkan,” tandasnya.(*/dan)

Sumber|https://radarmalang.jawapos.com/sosok/812444278/kisah-prof-aji-prasetya-wibawa-st-mmt-phdmenjadi-dalang-di-australia

Find More

Categories

Follow Us

Feel free to follow us on social media for the latest news and more inspiration.

Related Content